SAHABAT MASNITU,
Keberhasilan pembangunan
kesehatan salah satunya ditentukan oleh tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu,
Angka Kematian Bayi, dan Angka Kematian Anak Balita. Masih tingginya angka
kematian ibu dan bayi di Indonesia merupakan kondisi yang cukup memprihatinkan
dan mengkhawatirkan. Menurut rilis data dari WHO pada tahun 2010, angka
kematian ibu di Indonesia mencapai 359/100.000, dan cenderung meningkat setiap
tahunnya. Sementara angka kematian bayi mencapai 66.000 setiap tahunnya menurut
data IDHS 2012.
Menurut WHO kematian ibu adalah
kematian selama masa kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya
kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh
kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau
cedera. Di Indonesia sendiri, angka kematian ibu masih cukup tinggi.
Seperti yang tertulis dalam
Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu mencapai angka 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Meskipun cukup tinggi,
tapi angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan data survei yang
didapat dari SDKI tahun 1991, sebesar 390 per 100ribu kelahiran hidup.
Kemudian, masih dari sumber yang
sama, pemerintah memiliki target global Millenium Development Goals (MDGs) ke-5
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup
pada 2015. Di sisi lain, penyebab tingginya angka kematian ibu yang terjadi
pada 2010-2013 masih tetap sama, yaitu perdarahan. Sementara penyebab lainnya
yang cukup besar merupakan penyakit yang diderita ibu semasa kehamilan, seperti
penyakit kanker, ginjal, jantung, tuberculosis atau penyakit lainnya.
Selain kematian ibu, kematian
bayi juga jadi perhatian pemerintah dan tidak boleh disepelekan oleh orangtua
atau calon orangtua. Pasalnya, keadaan bayi hingga usia kurang satu bulan
merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi
dan berbagai masalah bisa muncul.
Pada 2015 angka kematian bayi di
Indonesia cukup rendah dan dari tahun-tahun sebelumnya telah berkurang secara
signifikan. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015 menunjukkan Angka
Kematian Bayi (AKB) sebesar 22,23 per 1000 kelahiran hidup, yang artinya sudah
mencapai target MDG 2015, yang ditargetkan 23 per 1.000 kelahiran hidup. Di Kecamatan
Kedungwuni sendiri terdapat 991 ibu hamil, dan 170 diantaranya terdata mengalami
risiko tinggi.
Dilatarbelakangi oleh tingginya
angka kematian ibu, bayi dan balita di Kabupaten pekalongan, Pemerintah
Kabupaten Pekalongan melalui Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Pekalongan menginisiasi
dan mencanangkan gerakan Gema Setia (Gerakam Masyarakat Stop Kematian Ibu
Melahirkan dan Anak) pada peringatan Hari Anak Nasional dan Hari Keluarga
Nasional ke-24 pada 27 Agustus 2018 silam.
Tindakan nyata pencegahan
peningkatan angka kematian ibu, bayi dan balita melalui kegiatan Gema Setia
adalah pembentukan kader dan relawan di tiap desa yang bertugas melaporkan data
ibu hamil dan menyusui kepada PKK dan petugas kesehatan yang dalam
pelaksanaannya juga menggandeng organisasi kemasyarakatan Fatayat NU,
Nasyuyatul Aisyiyah dan Rifaiyah untuk proaktif merespon masalah-masalah yang terdapat
di lapangan.
Untuk mewujudkan perbaikan akses
kesehatan melalui pemeriksaan kesehatan yang berkualitas, Pemerintah Kabupaten
Pekalongan bekerjasama dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG)
melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social
responsibility (CSR)-nya memberikan dukungan melalui program sosialisasi dan
edukasi kesehatan melalui sarana unit Mobil Klinik TBIG (Monik TBIG) khusus
untuk melayani ibu dan anak.
Mengutip pernyataan Direktur
Jenderal Kesehatan Keluarga Kemenkes, Eni Gustina, tingginya angka kematian
pada ibu dipengaruhi status kesehatan dan gizi yang rendah.”Dilihat dari status
kesehatan perempuan, khususnya ibu hamil, berdasarkan data Kemenkes, sekitar
28,8% ibu hamil menderita hipertensi. Hipertensi bisa mengakibatkan gangguan
kardiovaskular yang menjadi faktor penyebab kematian pada ibu saat melahirkan.
Selain itu, 32,9% ibu hamil
mengalami obesitas dan 37,1% menderita anemia, bisa disebabkan faktor gizi dan
asupan makanan yang kurang. Dijelaskannya, angka kematian ibu (AKI) berkolerasi
dengan angka kematian bayi (AKB). Sebagai upaya meminimalkan faktor risiko
keduanya, para ibu hamil diimbau melakukan pemeriksaan berkala secara rutin
setiap empat bulan sekali selama masa kehamilan sekaligus pemindaian faktor
risiko kelainan atau penyakit yang dapat meningkatkan risiko kematian saat
persalinan.”Intervensi pemerintah untuk masalah ini dimulai dari ibu saat
diperiksa secara rutin sebagai rangkaian pelayanan antenatal secara terpadu.
Setiap ibu hamil diberikan stiker P4K untuk ditempel di rumah dan buku KIA
(kesehatan ibu dan anak) sebagai panduan," terang Eni.
P4K kependekan dari Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi. Setiap ibu hamil akan
tercatat, terdata, dan terpantau. Stiker itu berisi data ibu hamil, taksiran
persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan,
transportasi yang digunakan, dan calon donor darah. "Ibu hamil mendapatkan
pelayanan yang paripurna. Kita mendorong para ibu menjadi anggota Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)," imbuhnya.
Permasalahannya, tutur Eni,
cakupan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya dan bersalin di fasilitas
kesehatan, menurut Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) 2016, baru
sekitar 74,7%. Artinya masih ada 25% ibu yang janinnya tumbuh dan berkembang
tidak terpantau oleh tenaga kesehatan. Di samping faktor kesehatan, Kemenkes
mencatat persalinan pada usia muda turut menyumbang tingginya AKI.
Eni menyebut 46,7% perempuan
menikah di usia 10-19 tahun. Hal itu mengakibatkan kehamilan pada usia muda.
Pada ibu yang melahirkan di usia di bawah 19 tahun, risiko kematiannya bisa
meningkat karena belum siapnya rahim. Sementara itu, usia ideal melahirkan pada
perempuan ialah 23 tahun.
Pada hari Jumat (28/12/2018)
dilaksanakan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Program Inovasi Gema Setia
bekerja sama dg CSR TBIG (Tower Bersama Infrastruktur Group) yang bertempat di
pendopo Kecamatan Kedungwuni. Pelaksanaan Monev dibuka oleh Camat Kecamatan Kedungwuni
Bapak Bambang Dwi Yuswanto, S.IP, dan dihadiri langsung oleh Bapak Bupati
Pekalongan, Bapak KH. Asip Kholbihi SH, MSi, Ketua Gema Setia, Ibu Munafah
Asip Kholbihi, Kepala Dinas Kesehatan Dwi Antoro, SKM,Mkes beserta jajarannya,
tim dari Puskesmas Kedungwuni I dan Puskesmas Kedungwuni II, serta dihadiri
oleh Tim TBIG Jakarta.
Monev dari TBIG ini dilakukan setelah
berjalannya proses kerjasama selama 1 tahun dan rencana kedepannya bantuan CSR
(Corporate Social Responsibility) ini akan diperpanjang kembali di tahun 2019.
Rangkuman kegiatan yang menyertai
Monev ini meliputi pemeriksaan Ibu hamil Resti (Resiko Tinggi) oleh dr. Dewi
Susilowati, Spog, Pemeriksaan umum, dan pemeriksaan Laborat Sederhana.
Dengan kegiatan dan program Gema
Setia ini diharapkan dapat menunjukan komitmen bersama pemerintah
beserta lintas sektor dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan di
bidang kesehatan terutama dalam upaya penurunan angka kematian ibu, bayi dan
balita
SALAM SEHAT DAN TETAP BAHAGIA BAGI KITA SEMUA
0 comments:
Post a Comment